Rabu, 15 Agustus 2012

Kami tidak pernah mengatakan ia tak dapat melakukannya


-->
mereka bisa karena mereka yakin bisa
virgil

Waktu anakku Joey lahir, kakinya bengkok ke atas dan pantatnya menempel pada perutnya. Sebagai seorang Ibu baru, aku merasa ini tampak aneh, tapi aku belum tau betul apa artinya. Artinya Joey lahir dengan kaki cacat. Deokter meyakinkan kami dengan perawatan, ia akan dapat berjalan normal, tapi mungkin tidak dapat berlari dengan baik. Joey melewati tiga tahun pertama hidupnya dengan operasi, gips dan rangka logam. Kakinya diurut dan dilatih dan saat ia berusia tujuh atau delapan ia kelihatan tidak punya masalah kalau dilihat dari cara jalannya.
Kalau ia berjalan jauh, seperti di taman hiburan atau kunjungan ke kebun binatang, ia menguluh bahwa kakinya lelah dan sakit. Kami akan berhenti berjalan, istirahat sambil makan es krim atau minuman dan mengobrolkan apa yang sudah dan akan kita lihat. Kami tidak memberitahukan kepadanya mengapa kakinya sakit dan mengapa kakinya lemah. Kami tidak memberitahu bahwa ini sudah diperkirakan akibat cacat waktu lahir. Kami tidak memberitahu, jadi dia tidak tahu.
Anak-anak dilingkungan kami berlari-lari selayaknya anak-anak saat bermain. Joey melihat mereka bermain, dan tentu saja, ia ikut dsan berlari dan bermain juga. Kami tak pernah memberitahu dia bahwa mungkin tak akan mampu berlari sebaik anak-anak yang lain. Kami tidak memberitahu dia bahwa dia berbeda. Kami tidak memberitahu, jadi ia tak tahu.
Di kelas 1 SMP di memutuskan untuk mencoba masuk regu Lintas Alam. Tiap hari ia berlatih bersama regu tersebut. Ia tampak berusaha lebih keras dan ia berlari lebih banyak daripada anak-anak lain. Mungkin ia merasa bahwa kemampuan yang didapatkan orang lain dengan mudah, tak bisa ia dapat dengan sama mudahnya. Kami tak berkata meskipun ia bisa berlari, ia mungkin akan selalu berada di akhir urutan. Kami tak berkata bahwa ia tak usah berharap diterima sebagai anggotaregu. Pelari regu adalah tujuh pelari terbaik di sekolah. Meskipun seluruh regu berlari, hanya ketujuh inilah yang potensi untuk meraih angka untuk sekolah. Kami tak berkata bahwa ia mungkin tak akan bisa di terima sebagai anggotaregu, jadi ia tak tahu.
Ia terus berlari empat sampai lima mil perhari, tiap hari. Aku takkan lupa ketika ia demam 40 derajat. Ia tak bisa istirahat di rumah karna ada latihan lintas-alam. Aku mencemaskan dirinya seharian. Aku menduga akan di telepon dari sekolah dan di minta menjemputnya pulang. Tak ada yang menelpon.
Aku pergi ke daerah latihan lintas-alam setelah sekolah, menduga bahwa kalau aku ada di situ, ia mungkin akan memutuskan untuk bolos latihan sore itu. Saat aku tiba di sekolah, ia sedang berlari di jalan yang dipagari pohon, sendirian. Aku meminggirkan mobil dan melaju perlahan untuk menjejerinya berlari. Aku menanyakan keadaanya. “baik” jawabnya. Tinggal dua mil lagi, sementer keringat mengucur membasahi wajahnya, matanya berkaca-kaca akibat demam. Namun ia memandang lurus kedepan dan terus berlari. Kami tak berkata bahwa ia tak bisa berlari sejauh empat mil dengan demam 40 derajat. Kami tak mengatakannya, jadi ia tak tahu.
Dua minggu kemudian, sehari sebelum perlombaan kedua terakhir musim itu, nam pelari “regu” di panggil. Waktu itu ia kelas 1 SMP. Keenam anggota tim lainnya kelas 2 SMP. Kami tak pernah bilang ia mungkin tak usah berharap diterima sebagai anggota “regu”. Kami tak pernah berkata ia tak dapat melakukannya...jadi ia tak tahu. Dan ternyata ia mampu melakukannya.


Kathy Lamancusa

(sumber : chiken soup for the soul)